Halaman

BAB 6


BAB 6 - 
Biksu Dhammakara di Tanah Sebab Akibat 
Menyatakan Tekad Pewujudan Tanah Suci



Pada saat itu, seorang Raja mendapatkan kabar bahwa di dunianya telah muncul seorang Buddha yang tengah mengajar Dhamma kepada para umat. Hati Raja amat gembira dan dengan segera ia membangkitkan ke-bodhicitta-annya. Lalu ia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan segala harta dan tahtanya, langsung menjadi seorang Biksu dengan nama Dhammakara.


Sang Sramana sangat cerdas dan penuh semangat, demikian pula cita-citanya amat luhur. Kemudian, Biksu Dhammakara, pergi ke tempat Lokesvara Raja Buddha berada. Di situ sang Biksu dengan sikap hormat berlutut di depan Lokesvara Raja Buddha dan memberi penghormatan kepada kedua kakinya, lalu berdiri dan mengelilingi Buddha tersebut sebanyak 3 kali. Selesai itu, ia berlutut kembali di tempatnya dan merangkapkan kedua telapak tangannya sambil mengucapkan pujian-pujian seperti berikut:



“Oh, Lokanatha, wajahmu berseri-seri,
dan semangatmu begitu agung,
sinar agungmu pun demikian cemerlang,
tiada yang dapat diperbandingkannya.


Sinar bulan, dan sang surya,
sinar mereka demikian gelap.
Gala-galanya tersembunyi belahan dunia,
seperti segumpal tinta hitam.



Sang Tathagata berpenampilan amat menawan,
anggunnya pun melampaui insan di dunia.

Beliau membunyikan suara penerangan sempurna,
berkumandang ke seluruh penjuru daerah.

Beliau telah berhasil menjalankan sila, samadhi, dan prajna,
pengetahuan dan kebijaksanaan,
serta kebajikan agung yang tak tertandingi,
mulia dan istimewa.


Beliau mendalami samudera Buddha-Dhamma,
mempelajari perenungan dan keseimbangan batin.
Menguak artinya secara mendalam,
dan menggali hingga ke dasarnya.


Sang Bhagava, yang telah melenyapkan,
kebodohan, keserakahan, dan kebencian.
Beliau, Pahlawan umat manusia,
memiliki kebajikan yang tak tertandingi,
keluhuran yang maha besar,
dengan menguasai kebijaksanaan agung.


Penampilan Beliau amat berseri dan luar biasa,
menguncang dunia yang tak terhitung banyaknya.
Aku bertekad mencapai kebuddhaan,
yang setara dengan Raja Dhamma yang  Maha Suci,
agar dapat menuntun yang lain keluar dari perputaran lahir-mati,
mengusahakan agar mereka mencapai pembebasan.


Aku akan berdana (Dana) dan mengendalikan pikiranku,
menjaga moral (Sila), tahan terhadap kesengsaraan (Ksanti),
berusaha mencapai kemajuan (Virya), dan menetap dalam keheningan (Dhyana),
lantas mengembangkan kebijaksanaan (Prajna), sebagai latihan utama.


Aku berikrar akan mencapai kebuddhaan,
dan akan kupenuhi ikrarku ini,
agar dapat memberikan ketenangan,
kepada mereka yang hidup di dalam ketakutan.


Seandainya terdapat banyak Buddha,
yang jumlahnya ratusan juta koti,
juga para Maha Arya,
yang banyaknya seperti butiran pasir sungai Gangga.


Mengadakan puja bakti,
kepada Buddha sebanyak itu,
tak kalah dalam mencapai ke-bodhi-an,
kemajuan tanpa ada kemunduran.


Tanah suci Buddha yang banyak,
seperti butiran pasir di sungai Gangga,
walaupun jumlahnya tak terbatas,
melampaui perhitungan.


Sinarku akan memancar ke segala arah,
hingga ke alam-alam Buddha itu,
Karena aku akan mencapai kemajuan,
batinku menjadi tak terbatas.


Setelah aku menjadi seorang Buddha,
tanah suciku akan terkenal dengan keindahannya,
terhias dengan segudang kebajikanku,
dan mandala bodhi yang tertinggi.


Tanah suciku akan seperti nibanna,
kedamaiannya tiada tandingan,
dengan welas asih,
akan kuseberangkan semua makhluk.


Semua makhluk dari dunia di 10 penjuru yang terlahir di tanah suciku,
akan memiliki hati yang suci dan riang,
semua yang menitis di tanah suciku,
mereka akan selalu damai dan bahagia.


Semoga Buddha penuh kepercayaan,
dan menjadi saksiku,
di hadapan beliau, aku mengucapkan ikrar,
dan akan kupenuhi sumpahku.


Seperti para Buddha dari 10 penjuru,
memiliki kebijaksanaan tanpa halangan,
maka Sang Lokanatha mengetahui,
pikiran dan tindakanku.


Walau aku berada,
di tengah kesakitan dan penderitaan,
aku akan sekuat tenaga berusaha untuk maju,
dan bertahan tanpa penyesalan.”






Setelah Biksu Dhammakara mengakhiri bait-bait syairnya, ia berkata :


“Lokanatha, Aku telah menggerakkan bodhicitta-ku, mohon Lokesvara Raja Buddha sudi mengajari Aku Dhamma dan berbagai ajaran selengkap-lengkapnya.”


“Aku akan mempraktekkannya dan menghimpun kebajikan dari semua tanah suci Buddha yang banyaknya tak terhingga, sehingga aku dapat segera mencapai pencerahan sempurna dan mencabut akar penderitaan kelahiran dan kematian.”




Sang Buddha memberitahu kepada Ananda : 

Pada waktu itu Lokesvara Raja Tathagata menjawab sang Sramana : 

“Yang Arya Dhammakara. Bagaimana caranya melaksanakan Dhamma dan bagaimana caranya mengindahkan tanah suci Buddha, anda sendiri sudah mengerti.”


Sang Sramana menjawab;

“Tidak, Lokanatha. Hakikat-hakikat Buddha-Dhamma demikian luhur lagi sulit dipahami. Maka dari itu, aku memohon Lokesvara Raja Buddha sudi memberikan wejangan-wejangan yang terluas tentang cara-cara melaksanakan Dhamma guna membentuk satu tanah suci seperti dimiliki oleh para Tathagata. Aku bertekad akan berpedoman kepada ajaran Lokesvara Raja Buddha, agar ikrarku dapat sempurna secara cepat.”



Ketika itu Lokesvara Raja Buddha telah mengetahui bahwa kepintaran Dhammakara sungguh luar biasa dan juga berpandangan luas sekali. Kemudian Beliau berkata demikian :


“Sebagai perumpamaan; seorang bersemangat teguh, dan ia ingin mengeringkan air samudera menggunakan sebuah gayung kecil, setelah ber-kalpa-kalpa masa dikerjakan dengan tekun, maka semua permata di dasar samudera akan diperolehnya.”


“Sama juga halnya; seandainya seseorang berani berusaha, mempraktekkan Dhamma dari masa ke masa, maka ia akan memanen buah kesucian. Tiada harapan yang gagal ia capai.”




Setelah itu, Lokesvara Raja Buddha langsung menjelaskan secara luas berbagai identitas dan ciri-ciri khas dari 210 koti tanah suci Buddha kepada Biksu Dhammakara. Dan sebagai jawaban untuk permintaan sang Biksu, Lokesvara Raja Tathagata memperlihatkan semua tanah suci kepadanya. Mulai dari yang biasa hingga yang luar biasa, dan juga para Dewa dan manusianya, yang suci maupun yang awam.


Setelah Dhammakara mendengar khotbah itu dan menyaksikan tanah suci-tanah suci Buddha yang ditunjukkan oleh Lokesvara Raja Tathagata, di dalam pikiran Biksu Dhammakara muncullah sebuah ide yang amat menakjubkan.


Ia membuat sebuah tekad yang tak tertandingi. Pikirannya kini dalam keadaan hening dan tidak melekat kepada apapun juga, dan tiada manusia di dunia ini yang dapat mengimbanginya.


Selama 5 kalpa, sang Biksu mengumpulkan dan menyempurnakan perilaku suci sebagai hiasan pada tanah sucinya.




Ananda bertanya kepada Sang Buddha;

“Berapakah panjang hidup Lokesvara Raja Buddha pada masa itu, Sang Bhagava ?”


Sang Buddha menjawab;

“Usianya 42 kalpa pada saat mengajari Dhammakara mengumpulkan pelaksanaan suci dari 210 koti tanah suci Buddha.”



Setelah melalui waktu 5 kalpa pelatihan diri yang begitu intensif dan mendalam itu Biksu Dhammakara kembali menemui Lokesvara Raja Tathagata dan bersujud di depan kaki Sang Buddha, mengelilingi 3 kali, kemudian berlutut lagi dan ber-anjali di depan Buddha seraya berkata : 

“Lokanatha. Berkat Tathagata aku telah mewujudkan sebuah tanah suci Buddha.”



Lolesvara Raja Buddha berkata kepada Biksu Dhammakara :

“Sudah tiba saatnya anda harus mengumumkan kepada para umat tentang ikrar utama (Maha Pranidhana) yang anda usahakan. Agar para Bodhisattva dapat mengikuti metode-metode yang anda laksanakan itu, supaya mereka dapat berhasil dan segala cita-cita agung yang dimiliki mereka pun dapat disempurnakan.”