Halaman

BAB 2


BAB 2 - Pencapaian Kebuddhaan Seorang Bodhisattva


Saat seorang Bodhisattva siap menjadi Samma Sambuddha di dunia, maka mereka terlebih dahulu bersemayam di surga Tusita guna membabarkan Dhamma Luhur (Sad Dhamma). Jika saatnya sudah matang, barulah sang calon Buddha ini meninggalkan istana Tusita dan dilahirkan di dunia melalui rusuk sebelah kanan ibunya.


Saat sang bayi baru lahir, ia akan melangkahkan kakinya 7 langkah, kemudian memancarkan sinar keagungan dari tubuhnya ke dunia di 10 penjuru yang tak terbatas, sehingga semua tanah suci Buddha merasakan adanya 6 macam getaran. Setelah itu sang bayi mengucapkan kata-kata berikut;


“Akulah pemimpin dunia,
Akulah sesepuh dunia,
Akulah yang teragung di dunia,
Akulah yang dihormat oleh Raja Indra, Raja Brahma,
Juga yang dipuja oleh dewa dan manusia.”



Kemudian, Beliau semakin dewasa dan mampu menguasai berbagai keterampilan, seperti, ilmu berhitung, sastra, memanah, dan menunggang kuda. Beliau juga menguasai secara mendalam seluruh Pancavidya dan kitab-kitab Caturveda. Beliau sering berada di taman istana untuk latihan jasmani dan menjajal kemampuannya.


Walaupun Beliau berada di dalam istana megah yang sangat membahagiakan serta diliputi aroma wangi dan barang-barang indah, akan tetapi Ia merasa tak terlepas dari berbagai belenggu penderitaan, seperti sakit, tua, dan mati. Sehingga Ia pun bertekad mencari obat untuk menghancurkan penderitaan tersebut.


Akhirnya Beliau meninggalkan kerajaan beserta semua harta dan takhtanya, dan pergi ke dalam hutan dengan menunggani kuda putih kesayangannya. Sesampainya di tujuannya semua pakaian indah, perhiasan berharga, sebuah mahkota permata pangeran, untaian mestika yang dipakainya, serta kuda kesayangannya dikirim kembali ke istana.


Tubuhnya kini hanya berbalut sebuah jubah. Demikian juga rambut dan kumis dicukurnya habis. Lalu melewati hari demi hari yang penuh kesengsaraan dengan duduk bermeditasi di bawah sebatang pohon bodhi hingga genap 6 tahun.


Akhirnya cita-cita mulia Beliau tercapai walau berada di dunia yang sedang mengalami 5 Kemerosotan / Panca Kasaya (Kemerosotan Pandangan, Kemerosotan Hawa Nafsu, Kemerosotan Kondisi Manusia, Kemerosotan Usia Kehidupan, dan Kemerosotan Zaman), membersihkan segala kekotoran batinnya.


Beliau kemudian membersihkan diri di sungai Emas (sungai Nairanjana). Setangkai dahan pohon sengaja ditimbulkan ke permukaan air sungai oleh dewa membantu Beliau untuk keluar dari badanNya yang telah bersih itu dari dalam air.


Saat Ia hendak kembali ke mandalaNya, banyak burung berbulu beraneka warna yang mengikutiNya dengan riang gembira. Terdapat juga berbagai hewan datang menemaniNya.


Setelah tiba di mandalaNya Beliau menerima seberkas rumput halus dari seorang dermawan. Dengan perasaan haru rumput tersebut dihamparkan di bawah pohon bodhi. Di sanalah Beliau duduk bersamadhi dan seluruh tubuhNya memancarkan sinar keagungan yang amat terang.


Dengan sinar tersebut Beliau memperingatkan para Mara yang berada di alam Mara. Kemudian datanglah raja Mara beserta pasukan-pasukannya untuk melakukan percobaan terhadap kesaktian Buddha baru itu. Pada akhirnya kalahlah para Mara di bawah kebijaksanaan dan kesaktian Buddha. 


Sekarang Beliau memahami seluruh Dhamma dan sudah benar-benar mencapai anuttara samyak sambodhi, menjadi seorang Buddha di dunia penderitaan (Saha).



Pada saat kabar baik tersebut sampai di Surga, Raja Dewa Sakra (Raja Sakra Deva Indra) dan Raja Brahma turun dari surga memohon kepada Beliau untuk memutar roda Dhamma. Mereka ingin Buddha mendemonstrasikan suara auman singa (simhanada) dan berbagai keterampilan lainnya, seperti membunyikan gendang Dhamma, meniup sangkalang Dhamma, memegang pedang Dhamma, memasang dhvaja Dhamma, menggemuruhkan guntur Dhamma, mengkilatkan petir Dhamma, mencurahkan hujan Dhamma, dan menyedekahkan dana Dhamma, serta menyuarakan suara Dhamma yang menakjubkan agar para makhluk tersadar.



Pada saat sinar cemerlang Sang Buddha menyinari dunia di 10 penjuru seluruh alam merasakan 6 macam getaran yang dirasakan hingga ke alam Mara, bahkan istana Mara bergetar hebat sehingga para Mara pun tunduk dan ketakutan pada kewibawaan Sang Buddha.


Sang Buddha selalu merusakkan jala-jala kejahatan dan meluruskan pandangan keliru. Beliau membantu para makhluk agar dapat keluar dari penderitaan. Menjernihkan jiwa dan raga para makhluk dari ikatan nafsu indria, serta menyucikan kekotoran batin mereka.


Meskipun kota DhammaNya tiada hari tanpa dijaga ketat, tetapi pintu DhammaNya tetap dibuka untuk para umat. Kemudian disinari Buddha-Dhamma yang bercahaya kepada siapa saja, agar Dhamma dapat melimpah ke seluruh alam semesta seluas-luasnya.


Beliau selalu mengamalkan kebajikan sebanyak-banyaknya dan kemudian disalurkan lagi kepada semua makhluk. Saat Beliau mengunjungi berbagai negeri asing untuk mengambil dana makanan, Beliau selalu disuguhi beraneka hidangan lezat.


Apabila Beliau akan membabarkan Dhamma pasti sikapNya selalu bersuka cita. Beliau sering menyembuhkan para umat yang diserang penyakit Tiga Penderitaan dengan menggunakan Dhamma.


Demikian juga Beliau mengajarkan cara-cara untuk mengumpulkan pahala kebajikan, agar cepat mencapai ke-bodhi-an. Ia juga berupaya memberi contoh proses parinibbana kepada para umat agar mereka mampu membasmi penderitaannya dan menanam benih-benih karma baik.


Setiap kali mengunjungi tanah suci Buddha, Beliau selalu menghimpun jasa-jasa kebajikan yang tak tertandingi, dan menunjukkan jalan menuju ke-bodhi-an kepada makhluk-makhluk yang berada di sana.


Kebajikan itu, Beliau perbuat dengan keluhuran dan tanpa pamrih. Seperti seorang pesulap yang mampu memunculkan beraneka ragam halusinasi, Beliau menjelmakan (Nirmata) dirinya menjadi pria ataupun wanita, ataupun bentuk apa saja sesuai keperluanNya, tergantung kepada makhluk apa ia harus berkomunikasi.